
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) membeberkan hasil pengawasan terkait program siswa di Jawa Barat didik di barak militer. KPAI menemukan paling banyak siswa yang dikirim ke barak karena tertidur di kelas.
”Yang tertinggi bolos sekolah dan sering tidur di kelas,” kata Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah saat dihubungi, Minggu (18/5).
Sementara siswa yang dikirim ke barak lantaran ikut dalam aksi tawuran atau kekerasan berada dalam urutan ketiga.
“Nah, sementara target utama adalah anak yang sering tawuran. Ini berbeda nih, tawuran malah yang kami temukan itu terbanyak ketiga,” ujarnya.

Selain itu, KPAI menyebutkan pentingnya ketepatan sasaran dan penanganan siswa. KPAI menyoroti terkait pascapendidikan di barak, apakah memang siswa akan menjadi lebih baik, atau justru akan mendapat tekanan karena “alumni” barak.
“Termasuk diskriminasi pada anak dengan sebutan-sebutan tadi, itu yang akan berjangka panjang. Misalnya 'kamu lulusan barak ya', terus kamu misalnya dianggap temannya jika melakukan tindakan-tindakan yang mungkin tidak disiplin akan menjadi bully dan lain sebagainya,” ujarnya.
KPAI menekankan pentingnya pendidikan di barak ini agar ada asesmen yang jelas dan bagaimana cara menangani permasalahan anak tersebut. Menurut KPAI, ada kompleksitas yang membuat seorang anak atau pelajar itu dikategorikan nakal.

KPAI menekankan tentang pendidik selama siswa berada di barak. KPAI menilai, mendidik anak di barak itu juga memerlukan pedoman agar mental anak tidak terganggu.
“Karena ini kan anak ya, bukan benda atau orang dewasa yang mungkin sedang melakukan pelatihan. Thats why ini menjadi perhatian kami yang itu akan disampaikan secara tertulis kepada pemerintah daerah provinsi untuk menjadi kerangka yang bisa membantu,” kata Ai.
“Sehingga nanti diketahui identifikasinya, oh bisa misalnya terapi psikologisnya berapa kali, lalu dengan siapa dan bagaimana. Jadi kalau saya panjang lebar di situ, itu ketemu setiap anak, setiap keunikan, setiap karakter, tanpa harus berbenturan. Dia tetap sekolah, dia tetap perlindungan terhadap kemungkinan-kemungkinan kekerasan lainnya, serta ada monitoring,” tutup dia.